Bantayo PoboideBantayo Poboide dari namanya terdiri atas kata “bantayo” yang berarti bangsal, balai; dan “poboide” yang berarti berbicara. Bantayo Poboide [1] dapat diartikan sebagai bangunan sebuah rumah gedung atau balai tempat berkumpul dan bermusyawarah. Akan tetapi di pihak lain, Bantayo Poboide dapat berarti organisasi pemerintahan yang berbentuk dewan yang sering juga disebut sebagai dewan kerajaan. Jadi Bantayo Poboide [2] merupakan bangsal atau balai untuk membicarakan berbagai persoalan tentang negeri yang terorganisir, kedudukannya di atas Maharaja, mempunyai kekuatan hukum, berdiri sendiri (independent), tidak terkait dengan politik, semata-mata bekerja untuk kesejahteraan negeri, dan membangun moralitas pemimpin dan rakyat negeri sesuai adat dan syarak (hukum yang bersendi ajaran Islam). Sistem PemerintahanDalam sistem pemerintahan Gorontalo zaman dulu, dikenal adanya dua macam Bantayo Poboide.[3] Pertama, Bantayo Poboide lo Lipu atau Dewan Rakyat Kerajaan yang berkedudukan di pusat pemerintahan kabupaten/kota. Kedua, Bantayo Poboide lo Linula atau Dewan Rakyat Kecamatan yang berkedudukan di pusat pemerintahan kecamatan. Dasar hukum pendirian Bantayo Poboide tidak dapat dicari pada undang-undang sebagaimana terlihat dalam sistem pemerintahan nasional sekarang ini, tetapi harus dilihat dari sudut pandang sejarah terbentuknya Linula atau Lipu. Bantayo Poboide dibentuk berdasarkan kesepakatan bersama (iloheluma), melalui perundingan 17 raja di Padengo Bo’idu (ladang atau padang tempat bicara) di wilayah tapa dengan para tokoh adat, tokoh masyarakat dan pegawai syarak. Perundingan tersebut menghasilkan 3 keputusan pelaksanaan pemerintahan yang terdiri dari: (a) Golongan Wombu dan Dile yang memimpin pemerintahan, (b) Golongan Tiyombu yang terdiri dari para Baate yang diberi mandat sebagai pemegang kuasa adat dan hukum adat, dan (c) Golongan Tilo Tiyamo yang merupakan perwakilan rakyat. Ketiga kekuasaan dalam pemerintahan tersebut diangkat dari falsafah kekuasaan dengan slogan Datahu lo Huntu Hu’idu, yang berarti kekuasaan maharaja bersumber dari rakyatnya dan berarti bahwa keagungan maharaja terletak pada dukungan dari rakyatnya. Para anggota Bantayo Poboide difungsikan sebagai Ulil Amri Minkum. Pada masa pemerintahan Raja Eyato, beliau mengistilahkan Bantayo Poboide sebagai manusia tanpa nafsu – tidak memerlukan apa-apa, tidak berambisi, membuat peraturan semata-mata untuk kepentingan umum. Utas bantayo diberi identitas sebagai sifat Tuhan ‘Kalam muta kalimum’, artinya bebas berbicara dan tidak dapat dihalangi. Oleh karena itu untuk mengontrol pemerintahan, maka lokasi Bantayo Poboide dibangun berhadapan dengan Istana Maharaja. Secara fisik, Bantayo Poboide berdiri sebagai bangunan yang terdiri dari beberapa komponen bermakna, dan memiliki kegunaan antara lain tiang, tangga dan ruangan. Tiang berfungsi sebagai pondasi dan penopang bangunan. PanggungBantayo Poboide[4] merupakan bangunan berbentuk panggung. Ruang di bawah panggung atau dapat disebut kolong[5] rumah ini dalam Bahasa Gorontalo[6] disebut tahuwa, konon pada zaman dulu tahuwa[7] digunakan sebagai tempat menenun sarung, dan menyimpan alat pertanian masyarakat. Bangunan berpanggung memiliki ruang hunian yang letaknya berada beberapa meter di atas tanah, pada ketinggian ini gerak angin lebih cepat dibanding gerak angin di dekat tanah. Gerak angin di atas tanah lebih lambat disebabkan adanya gesekan antara angin dengan permukaan tanah dan tumbuhan pendek di atas tanah. Dengan gerak angin yang cepat masuk ke dalam bangunan berpanggung, maka sirkulasi dan pertukaran udara akan berlangsung lebih baik. Udara panas cepat tergantikan oleh udara dingin dari luar bangunan. Bangunan berpanggung memiliki ruang luas di bawah lantai panggung yang tidak berdinding, karena tak berdinding maka gerak angin pada ruang ini lebih bebas. Angin dapat datang dan pergi dari arah manapun. Ruang ini juga terus diteduhi sepanjang hari sehingga suhu di bawah lantai ini cukup sejuk. Udara dingin yang ada di bawah lantai ini dapat naik ke ruang di atasnya. Gerak udara naik melalui celah pada susunan papan yang merupakan bahan dari lantai panggung. Lantai pada rumah panggung memberi banyak keuntungan bagi rumah panggung, di antaranya meningkatkan pergerakan udara masuk dan keluar dari bangunan. Tata ruangTata ruang Bantayo Poboide pada setiap ruangannya mempunyai akses pada bukaan di dinding bangunan, kecuali lorong yang merupakan ruang sirkulasi di tengah-tengah bangunan. Lorong di tengah bangunan membagi bangunan atas 2 sisi yang sama lebarnya. Akses udara dan cahaya dari luar menuju lorong cukup terbatas karena terhalangi oleh dinding-dinding ruangan. SerambiBantayo Poboide memiliki serambi di sekeliling bangunannya, baik di depan, belakang dan samping. Serambi merupakan sambungan dari induk bangunan ke arah luar yang tidak berdinding namun masih memiliki atap sebagai peneduh. Atap pada serambi dapat melindungi bangunan induk dari paparan panas sinar Matahari langsung. Serambi juga dapat mempengaruhi kinerja ventilasi pada bangunan. Dengan kelebihan-kelebihan tersebut, serambi dapat membuat ruang dalam bangunan lebih nyaman. Bantayo Poboide memiliki serambi samping yang memanjang dari depan hingga ke belakang bangunan yang dalam bahasa Hulontalo disebut Hantaleya. Serambi pada bangunan berfungsi meneduhkan seluruh dinding. Bukaan pintu, jendela, dan ventilasiSeperti bangunan-bangunan tradisional pada umumnya, bahan bangunan untuk bukaan pintu dan jendela tidak menggunakan kaca, melainkan kayu. Sejak zaman dahulu kayu merupakan bahan bangunan yang berasal dari alam dan mudah didapatkan sedangkan kaca merupakan hasil industri yang cukup sulit untuk didapatkan. Kayu dalam bentuk papan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pada bukaan pintu dan jendela. Dengan menyusun potongan papan kayu sejajar dan diberi celah di antaranya maka kita akan mendapatkan louver, suatu konstruksi untuk bukaan dari Eropa yang memungkinkan pertukaran udara dari luar ke dalam bangunan dan sebaliknya. Jendela ini dapat memasukkan dan mengeluarkan udara dari dalam loteng, ruang di bawah atap, meskipun loteng bukan merupakan sebuah ruang yang dihuni, tetapi sirkulasi udara pada loteng diperlukan untuk menjaga agar suhu udara di ruangan di bawah loteng tidak bertambah panas. Ruang di loteng mendapat panas langsung dari atap. Perpindahan panas terjadi dari tempat bersuhu tinggi ke tempat bersuhu rendah, bila suhu di loteng dibiarkan terus memanas maka panasnya dapat memanaskan plafon dan ruang hunian di bawah loteng. Jendela louver yang menjadi ventilasi atap ini bermanfaat untuk mengeluarkan panas dari dalam bangunan itu sendiri. Suhu ruangan pada bangunan yang menggunakan ventilasi pada atap lebih rendah dari suhu ruangan pada bangunan tanpa ventilasi atap. Konstruksi dinding, lantai, dan plafonDinding, lantai, dan plafon pada Bantayo Poboide terdiri dari konstruksi papan kayu, di mana papan-papan disusun berjejer. Pada konstruksi ini di antara papan yang satu dan papan yang lainnya terdapat celah dengan ukuran beberapa milimeter yang timbul karena kurang rapinya pemasangan papan, atau potongan papan yang tidak lurus. Celah antara papan ini justru dapat menjadi keuntungan karena menjadi celah bagi udara untuk melewatinya. Udara segar dari luar dapat masuk ke bangunan melewati celah pada lantai, dinding, dan plafon.Udara panas dari dalam bangunan juga dapat keluar bangunan melaluinya. Celah pada papan mendukung sirkulasi udara terjadi pada selubung-selubung bangunan. Namun saat ini lantai di dalam ruangan pada bangunan Bantayo Poboide telah ditutup dengan karpet untuk tujuan kenyamanan pengguna bangunan. Teritisan lebarBantayo Poboide memiliki teritisan atap yang lebar sebagai hasil penyesuaian rancangan untuk daerah iklim tropis lembap yang memiliki curah hujan yang tinggi. Teritisan lebar ini juga dapat menjadi peneduh bangunan agar dinding dan ruangan tidak panas oleh sinar Matahari yang langsung masuk ke dalam ruangan. Bahan BangunanBantayo Poboide memiliki pondasi dan tiang kolong pada kedua bangunan dibuat dari beton yang menggunakan semen sebagai bahan perekatnya. Produksi semen sendiri menghasilkan karbon dioksida dalam jumlah yang besar dan berdampak buruk pada lingkungan. Lantai, dinding kusen, pintu, jendela, plafon, dan rangka atap pada kedua bangunan menggunakan kayu, sumber daya alam yang dapat diperbaharui, tetapi demikian, penggunaan kayu untuk bahan bangunan perlu untuk diperhatikan dan dibatasi untuk menjaga kelestarian hutan dan lingkungan. Bahan penutup atap menggunakan seng yang dapat berbahaya terhadap lingkungan bila menjadi limbah. Referensi
|