Bahasa istana
Bahasa istana atau bahasa dalam adalah suatu laras bahasa halus yang digunakan dalam kalangan kerabat kerajaan baik dengan tujuan berhubungan atau berbicara dengan golongan tersebut maupun ketika menyebut atau memberitakan berbagai hal berkaitan dengan raja dalam beberapa bahasa, baik masih digunakan hari ini maupun tinggal sejarah. Bahasa istana mungkin berasal dari bahasa yang sama, tetapi mempunyai kosakata yang berbeda, atau bahasa yang berbeda sama sekali. Sebagai contoh, wangsa Seuna yang pernah memerintah Karnataka menggunakan bahasa Kannada dan bukannya bahasa Sanskerta sebagai bahasa istana,[1][butuh rujukan] atau bahasa Arab yang menjadi bahasa istana di Persia ketika negara tersebut ditaklukkan oleh orang Arab.[butuh rujukan] Sementara bahasa yang sama dengan kosakata yang berbeda ada dalam bahasa Melayu, Nyōbō kotoba[2][butuh rujukan] bagi bahasa Jepang, bahasa Jawa, dan banyak lagi termasuk bahasa Inggris.[butuh rujukan] Terdapat perbedaan antara bahasa dalam di Malaysia dengan bahasa dalam di Brunei.[butuh rujukan] KosakataBahasa Melayu Semenanjung
Bahasa Jawa
Sebelas kata ini merupakan kata utama dalam bahasa bagongan. Pada dasarnya, bahasa ini menggunakan kosakata yang sama dengan bahasa krama madya meskipun terdapat perbedaan dalam beberapa istilah.[3] Kata ganti orangDalam bahasa dalam, kedua pihak penutur menggunakan rujukan yang berbeda menurut gelar dan pangkat seseorang itu. Hal ini berbeda dengan bahasa dalam Malaysia dan bahasa dalam Brunei. Di Malaysia, semua anggota kaum kerabat kerajaan dirujuk sebagai tuanku ketika kebanyakan orang menghadap mereka. Untuk kata ganti orang untuk kaum kerabat kerajaan ialah baginda. Anggota kaum kerabat kerajaan merujuk diri sendiri sebagai beta. Di Brunei, pertuturan antara kaum kerabat kerajaan dan orang kebanyakan lebih mendalam bergantung kepada pangkat kebanyakan orang dan gelar kaum kerabat kerajaan. Sultan merujuk dirinya sebagai beta dan dirujuk sebagai baginda untuk kata ganti orang ketiga. Ketika kebanyakan orang yang tidak mempunyai gelar menghadap Sultan, mereka akan merujuk Sultan sebagai Kebawah Duli Tuan Patik dan menggelar diri mereka sebagai Hamba Kebawah Duli Tuan Patik. Berbeda dengan bahasa dalam di Malaysia, patik digunakan oleh anggota kaum kerabat kerajaan ketika menghadap Sultan dan Raja Isteri (Permaisuri). RujukanPranala luar |