Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia
Badan Pengawas Pemilihan Umum (disingkat Bawaslu) adalah lembaga pengawas independen yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pemilihan umum di seluruh Indonesia. Awalnya dibentuk oleh Undang-Undang Administrasi Pemilihan Umum 2007 pasal 22 dan kemudian digantikan oleh Undang-Undang Administrasi Pemilihan Umum 2011 pasal 15, undang-undang ini menjelaskan tugasnya sebagai "untuk mengawasi administrasi pemilihan umum".[1] SejarahDalam sejarah pelaksanaan pemilu di Indonesia, istilah pengawasan pemilu sebenarnya baru muncul pada era 1980-an. Pada pelaksanaan Pemilu yang pertama kali dilaksanakan di Indonesia pada 1955 belum dikenal istilah pengawasan Pemilu. Pada era tersebut terbangun trust di seluruh peserta dan warga negara tentang penyelenggaraan Pemilu yang dimaksudkan untuk membentuk lembaga parlemen yang saat itu disebut sebagai Konstituante.[butuh rujukan] Walaupun pertentangan ideologi pada saat itu cukup kuat, tetapi dapat dikatakan sangat minim terjadi kecurangan dalam pelaksanaan tahapan, kalaupun ada gesekan terjadi di luar wilayah pelaksanaan Pemilu. Gesekan yang muncul merupakan konsekuensi logis pertarungan ideologi pada saat itu. Hingga saat ini masih muncul keyakinan bahwa Pemilu 1955 merupakan Pemilu di Indonesia yang paling ideal. Kelembagaan Pengawas Pemilu baru muncul pada pelaksanaan Pemilu 1982, dengan nama Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilu (Panwaslak Pemilu). Pada saat itu sudah mulai muncul distrust terhadap pelaksanaan Pemilu yang mulai dikooptasi oleh kekuatan rezim penguasa. Pembentukan Panwaslak Pemilu pada Pemilu 1982 dilatari oleh protes-protes atas banyaknya pelanggaran dan manipulasi penghitungan suara yang dilakukan oleh para petugas pemilu pada Pemilu 1971. Karena palanggaran dan kecurangan pemilu yang terjadi pada Pemilu 1977 jauh lebih masif. Protes-protes ini lantas direspon pemerintah dan DPR yang didominasi Golkar dan ABRI. Akhirnya muncullah gagasan memperbaiki undang-undang yang bertujuan meningkatkan 'kualitas' Pemilu 1982. Demi memenuhi tuntutan PPP dan PDI, pemerintah setuju untuk menempatkan wakil peserta pemilu ke dalam kepanitiaan pemilu. Selain itu, pemerintah juga mengintroduksi adanya badan baru yang akan terlibat dalam urusan pemilu untuk mendampingi Lembaga Pemilihan Umum (LPU). Pada era reformasi, tuntutan pembentukan penyelenggara Pemilu yang bersifat mandiri dan bebas dari kooptasi penguasa semakin menguat. Untuk itulah dibentuk sebuah lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat independen yang diberi nama Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisasi campur tangan penguasa dalam pelaksanaan Pemilu mengingat penyelenggara Pemilu sebelumnya, yakni LPU, merupakan bagian dari Kementerian Dalam Negeri (sebelumnya Departemen Dalam Negeri). Di sisi lain lembaga pengawas pemilu juga berubah nomenklatur dari Panwaslak Pemilu menjadi Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu). Perubahan mendasar terkait dengan kelembagaan Pengawas Pemilu baru dilakukan melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003. Menurut UU ini dalam pelaksanaan pengawasan Pemilu dibentuk sebuah lembaga adhoc terlepas dari struktur KPU yang terdiri dari Panitia Pengawas Pemilu, Panitia Pengawas Pemilu Provinsi, Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, dan Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan. Selanjutnya kelembagaan pengawas Pemilu dikuatkan melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu dengan dibentuknya sebuah lembaga tetap yang dinamakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Adapun aparatur Bawaslu dalam pelaksanaan pengawasan berada sampai dengan tingkat kelurahan/desa dengan urutan Panitia Pengawas Pemilu Provinsi, Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan, dan Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) di tingkat kelurahan/desa. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, sebagian kewenangan dalam pembentukan Pengawas Pemilu merupakan kewenangan dari KPU. Namun selanjutnya berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi terhadap judicial review yang dilakukan oleh Bawaslu terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, rekrutmen pengawas Pemilu sepenuhnya menjadi kewenangan dari Bawaslu. Kewenangan utama dari Pengawas Pemilu menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 adalah untuk mengawasi pelaksanaan tahapan pemilu, menerima pengaduan, serta menangani kasus-kasus pelanggaran administrasi, pelanggaran pidana pemilu, serta kode etik. Dinamika kelembagaan pengawas Pemilu ternyata masih berjalan dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Secara kelembagaan pengawas Pemilu dikuatkan kembali dengan dibentuknya lembaga tetap Pengawas Pemilu di tingkat provinsi dengan nama Badan Pengawas Pemilu Provinsi (Bawaslu Provinsi). Selain itu pada bagian kesekretariatan Bawaslu juga didukung oleh unit kesekretariatan eselon I dengan nomenklatur Sekretariat Jenderal Bawaslu. Selain itu pada konteks kewenangan, selain kewenangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, Bawaslu berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 juga memiliki kewenangan untuk menangani sengketa Pemilu.[2] AnggotaKeanggotaan Bawaslu terdiri atas individu yang memiliki kemampuan pengawasan penyelenggaraan Pemilu. Anggota Bawaslu berjumlah 5 (lima) orang terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota. Ketua Bawaslu dipilih dari dan oleh anggota Bawaslu. Masa keanggotaan Bawaslu adalah 5 (lima) tahun terhitung sejak pengucapan sumpah/janji. Daftar anggota periode 2008–2012
Daftar anggota periode 2012–2017Berikut ini merupakan daftar 5 anggota Bawaslu yang telah dilantik bersama 7 anggota KPU oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Kamis, 12 April 2012:[3][4][5]
Daftar anggota periode 2017–2022Berikut ini merupakan daftar 5 anggota Bawaslu yang telah disahkan DPR, pada Kamis, 6 April 2017.[6][7]
Daftar anggota periode 2022-2027Berikut ini merupakan daftar lima orang anggota Bawaslu RI yang telah dilantik oleh Bapak Presiden Joko Widodo pada hari Selasa, 12 April 2022 di Istana Negara.[8]
Tugas, Wewenang, dan KewajibanTugas, wewenang, dan kewajiban Bawaslu Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011[9] adalah:
Sekretariat JenderalSekretariat Jenderal Bawaslu dibentuk guna mendukung kelancaran tugas dan wewenang Bawaslu. Sekretariat Jenderal Bawaslu berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Ketua Bawaslu. Sekretariat Jenderal Bawaslu dipimpin oleh Sekretaris Jenderal. Sekretariat Jenderal Bawaslu mempunyai tugas memberikan dukungan administratif dan teknis operasional kepada Bawaslu. Badan Pengawas Pemilu ProvinsiBadan Pengawas Pemilu Provinsi, disingkat Bawaslu Provinsi, adalah badan yang dibentuk oleh Bawaslu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah provinsi. Bawaslu Provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi. Anggota Bawaslu Provinsi berjumlah sebanyak 5 atau 7 orang, terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota. Ketua Bawaslu Provinsi dipilih dari dan oleh anggota Bawaslu Provinsi. Masa jabatan keanggotaannya adalah selama 5 (lima) tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan pada tingkatan yang sama.[10] Khusus untuk provinsi Aceh, pengawasan Pemilu dan Pilkada dilakukan oleh Panwaslih Aceh. Anggota Panwaslih Aceh ini diusulkan oleh DPRA kepada Bawaslu RI. Badan Pengawas Pemilu Kabupaten/KotaBadan Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, disingkat Bawaslu Kabupaten/Kota, adalah badan yang dibentuk oleh Bawaslu RI yang bertugas untuk mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah Kabupaten/Kota. Bawaslu Kabupaten/Kota berkedudukan di ibu kota Kabupaten/Kota. Anggota Bawaslu Kabupaten/Kota berjumlah sebanyak 3 atau 5 orang, terdiri atas seorang ketua merangkap anggota dan anggota. Ketua Bawaslu Kabupaten/Kota dipilih dari dan oleh anggota Bawaslu Kabupaten/Kota. Masa jabatan keanggotaannya adalah selama 5 (lima) tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan pada tingkatan yang sama.[10] Khusus untuk kabupaten/kota di provinsi Aceh, pengawasan Pemilu dan Pilkada dilakukan oleh Panwaslih kabupaten/kota. Anggota Panwaslih kabupaten/kota ini diusulkan oleh DPRK kepada Bawaslu RI. Lihat pulaGaleri
Referensi
Undang-Undang No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Pranala luar
|