Apelles Jozias SupitApelles Jozias Supit adalah seorang tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia, pendiri Yayasan Perguruan KRIS, anggota KNIP-RI, Pegawai Tinggi Ketataprajaan Kepala, anggota DPRD Propinsi Sulawesi Utara dan Direksi Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Utara. Masa MudaLatar BelakangApelles Jozias Supit dikenal oleh keluarga dan sahabat-sahabatnya dengan panggilan akrab Pelly Supit, adalah anak laki-laki tertua Alexander Hendrik Daniel Supit, Hukum Besar (jabatan Kepala Distrik pada masa pemerintahan Hindia Belanda) wilayah Tondano-Toulimambot dan Ratahan-Maumbi dengan isterinya Wulankajes Maria Ratulangi, kakak perempuan tertua dari Dr. GSSJ Ratulangi, pahlawan Nasional Indonesia. Ia lahir di Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara pada tanggal 6 Februari 1909. Pada 1935 menikah dengan Gijsje Durien Sumayku, putri bungsu Abednedju Markus Sumayku, Ukung Mayor (jabatan Kepala Distrik pada zaman Hindia Belanda) wilayah Kakas dan Remboken, Sulawesi Utara. Mereka dianugerahkan 5 orang anak putri dan putra. PendidikanSetelah menamatkan pendidikan ELS (Eerste Europeesche Lagere School) Manado (1915-1922) dan MULO School Tondano (1922-1925); pendidikan AMS (westersch-klassieke letteren) dilanjutkan di Bandung (1926-1929) dan dilanjutkan dengan pendidikan Tweejarige opleiding tot Arbeidscontroleur Batavia (1930-1932). Sejak 1930 itu pula ia bekerja di Department van Justitie (Kantoor van Arbeid) di Jakarta sampai tahun 1938. Masa Perjuangan KemerdekaanPada 1928-1929 Ia terpilih sebagai Ketua pertama Pemuda Minahasa (Jong Minahasa) cabang Bandung. Perkumpulan Pemuda Minahasa ini sering disebut pula sebagai pemuda-pemuda Manado. Organisasi Jong Minahasa didirikan pada tanggal 24 April 1919 di Jakarta oleh para pemuda pelajar menengah dengan tujuan menggalang dan mempererat persatuan para pemuda pelajar asal Minahasa. Kegiatan mereka bergerak dalam bidang kesenian, olahraga dan sosial budaya.[1] Dengan meningkatnya kesadaran nasional di antara kaum pergerakan, organisasi ini pun tidak luput dari pengaruh politik. Hal ini tampak pada keikutsertaan Jong Minahasa dalam pertemuan pemuda pada tanggal 15 November 1925 di gedung Lux Orientis di Jakarta.[2] Dalam pertemuan ini disepakati untuk membentuk satu panitia persiapan "Kerapatan Besar Pemuda"; yang kelak berkembang menjadi Kongres Pemuda Pertama pada tanggal 30 April - 2 Mei 1926 di Jakarta.[3] Selanjutnya, selama 6 tahun (1929-1935) AJ Supit giat dalam Perkumpulan Pemuda Indonesia Bandung yang berdiri pada tahun 1927.[4] Di Jakarta AJ Supit aktif dalam kegiatan kepemudaan dan menjadi ketua organisasi pemuda Minahasa "Maesa" yang di kemudian hari kegiatannya dibekukan oleh Tentara Jepang. Pada 1938 bersama keluarga pindah ke Bogor. Bekerja di Bodenkunde Institut dari Department van Economische Zaken (Algemeen Proefstation voor den Landbouw) sebagai Hoofdcommies sampai tahun 1942. Dalam kurun waktu tersebut ia terpilih sebagai Sekretaris Umum Federasi Organisasi-Organisasi Pemuda Minahasa yang berkedudukan di Bogor. Ketika pada 2 Juli 1939 didirikan perkumpulan BOKI (Begraefnis-Fonds oentoek Kristen Indonesier) di Bogor, ia diangkat sebagai ketua dan H Inkiriwang sebagai sekretaris, Joh Sinjal sebagai Bendahara dan J Tairas sebagai komisaris. Pada pemilihan pimpinan BOKI berikutnya pimpinan yang sama dilengkapi dengan JF Mohede, JJ Titaley dan MR Dajoh sebagai Komisaris.[5] Masa Perjuangan Kemerdekaan Paska ProklamasiKetika tentara Sekutu memasuki Bogor pada 22 Oktober 1945, bulan ini merupakan awal dari kekacauan-kekacauan yang terjadi di Bogor. Pada minggu-minggu pertama bulan tersebut terjadi penculikan-penculikan yang dilakukan kaum republik terhadap orang-orang Eropa. Sekutu dengan agresif menggeledah, membakar rumah-rumah, menembaki penduduk sipil dan menjatuhkan bom ke kampung-kampung yang diduga sebagai persembunyian orang-orang yang mereka sebut "ekstrimis". Gerakan-gerakan politis pemuda yang bersemangat nasionalis semakin marak menyebar gencar di kawasan-kawasan luar Jakarta.[6][7][8] Badan perjuangan KRIS (Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi) dan Angkatan Muda Sulawesi (AMS, kemudian menjadi APIS) menunjuk AJ Supit untuk memimpin kegiatan organ perjuangan termaksud di kawasan Bogor, sebagai Ketua pada 1945-1946. Usia AMS tidak lama. Ketika Barisan Keamanan Rakyat (BKR) terbentuk pada tanggal 22 Agustus 1945, AMS bergabung ke dalam BKR.[9] Pada masa ibukota Republik Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta, AJ Supit bekerja pada Kementerian Dalam Negeri RI Jogjakarta sebagai Sekretaris Komisariat Sulawesi (Agustus1945 - Agustus1950). Dalam fungsi ini ia ditugaskan oleh lembaga pemerintahan termaksud, yang pada waktu itu beralamatkan di kota Purwokerto, agar bersama Moh. Noer mengadakan “Perjalanan Peninjauan Komisariat di seluruh Jawa”. Meninjau tempat-tempat pengungsian masyarakat Sulawesi dan kegiatan cabang-cabang KRIS di Jawa. Peninjauan ini dilaksanakan dalam 2 tahap, yakni tahap I (18 Mei - 9 Juni 1946) berkunjung ke kota Purwokerto (Jateng), Jogyakarta, Malang, Lawang, Tretes, Prigen, Jember, Banyuwangi, Tanggul, Probolinggo, Mojokerto, Madiun, Kediri, Magelang, Purworejo, Gombong, kembali ke Jogya dan Purwokerto, terakhir balik ke Jakarta. Tahap II (10-16 Juli; 29 Juli-11 Agustus 1946) peninjauan ke Bogor dan daerah sekitarnya: Bogor, Sukabumi, Cicuruk, Cibadak, desa Kelaparea (desa Bojong-Kawung), Cibeber lalu balik lagi ke Bogor. Kemudian peninjauan disambung ke Cianjur, Pelabuhan Ratu, Cikotok, Ciretan, Baja dan kembali di Bogor baru pulang ke Jakarta.[10][11] Aktivitas kemasyarakatan AJ Supit dalam kurun waktu 1945-1950 adalah sebagai anggota pimpinan Yayasan Perguruan KRIS di Jakarta, yang didirikan bersama-sama kawan-kawan seperjuangannya HA Pandelaki, WHM Kaunang dan A Zainal Abidin. Pada waktu Belanda menjalankan kembali Agresi Militer ke II pada bulan Desember 1948, seluruh pimpinan Pengurus Yayasan KRIS: H. A. Pandelaki, A.J. Supit, Mr. Andi Zainal Abidin dan W.H.M. Kaunang di tangkap oleh Belanda dengan tuduhan sebagai orang-orang Republik.[12] Kejadian tersebut, justru memicu Perguruan KRIS untuk lebih bertambah teguh, baik semangat maupun prinsipnya dalam mengikuti jejak langkah Pemerintah Republik Indonesia. Untuk mencapai stabilitas dan penyelenggaraan yang sebaik-baiknya sesuai dengan ketentuan hukum dan undang-undang, maka pada tanggal 28 Januari 1949, Perguruan KRIS diberi status hukum, resmi sebagai satu yayasan yakni “Yayasan Perguruan KRIS” (Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi) dengan akte Notaris R. Kardiman No. 47 tahun 1949. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Presiden Indonesia yang ke-4, sebelum pindah ke SD Matraman Perwari pernah bersekolah di perguruan KRIS ini. Aktivitas berikutnya, sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP Republik Indonesia) dan KNI (Komite Nasional Indonesia) - Djakarta Raya pada 1946 -1949.[13] Bersama Andi Zainal Abidin, AJ Supit ditunjuk sebagai anggota Panitia Persiapan Konperensi KNI seluruh Indonesia yang diketuai oleh Ir. Noor. Konperensi KNI yang diadakan di Jakarta pada tanggal 24 - 26 Mei 1948, adalah sebagai imbangan konperensi federal Belanda di Bandung. Pada awal konperensi KNI diprasarankan beberapa tema mengenai Uni Belanda/Indonesia, NIS (Negara Indonesia Serikat), pemerintah interim dan tentang organisasi-kongres GAPKI (Gabungan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia) seluruh Indonesia.[14] Sejalan dengan tujuan konperensi termaksud Abdul Razak dan A.J. Supit dari Gerakan Persatuan Indonesia di Jakarta terbang ke Makassar untuk meninjau persidangan parlemen di kota tersebut dan mereka disambut oleh para wakil Gapki.[15] Masa Republik IndonesiaPada zaman Republik Indonesia Serikat (RIS); AJ Supit tetap bekerja pada Republik Indonesia (1949 -1950) di kantor Penghubung RI di bawah Raden Suwirjo di Jakarta. Zaman Republik Indonesia (Jogyakarta) ia bekerja pada Kementerian Dalam Negeri RI. Mula-mula pada Sekertaris Djendral dan berikutnya diperbantukan pada Kabinet Perdana Menteri RI (Sukiman-Suwirjo) di Jakarta (1950 -1951). Kedudukannya dalam masyarakat adalah sebagai anggota Penghubung Masyarakat pada Gubernur Militer Djakarta Raya (1950 -1953). Pada tahun 1951 sebagai aparatur Pemerintah Pusat, AJ Supit diperbantukan sebagai Bupati pada Gubernur Sulawesi di Makassar yang pada waktu itu dijabat oleh Soediro (1951-1953). Tugas mulanya sebagai Wakil Ketua Staf K (Staf khusus) dan kemudian sebagai Sekertaris Koordinasi Keamanan Daerah (K.K.D) Propinsi Sulawesi, sampai waktu KKD di seluruh Indonesia dibekukan oleh pemerintah pusat pada tahun 1957. Ia juga mewakili Gubernur Soediro sebagai saksi pemerintah dalam pertemuan-pertemuan negosiasi dengan Abdul Kahar Muzakkar dan pasukannya (DI/TII).[16][17] Tahun 1957-1959 oleh Menteri Dalam Negeri, AJ Supit diperbantukan pada Menteri Urusan Hubungan Antar Daerah sebagai Kepala Biro Urusan Hubungan Antar Daerah Sulawesi, lalu dipindahkan pada 1959-1964 berturut-turut ke kantor Residen Koordinator Sulawesi Utara, kemudian diperbantukan pada Gubernur Kepala Daerah Sulawesi Utara-Tengah. Selanjutnya, pada 1964 -1968 diperbantukan pada Gubernur Sulawesi Utara sebagai Residen yang menjabat Kepala Inspektorat Pemerintahan. Pada 1967 diangkat menjadi Pegawai Tinggi Ketatapradjaan Kepala sebagai Pegawai Utama Muda/Wakil Gubernur. Setelah menerima hak pensiun, AJ Supit berkecimpung sebagai anggota DPRD Propinsi Sulawesi Utara. Atas usulan Gubernur Sulut Hein Victor Worang, diangkat menjadi anggota Direksi Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Utara (1968-1970) dengan tujuan membangun kembali Bank Pembangunan Daerah termaksud yang hampir lumpuh akibat manajemen yang salah. Ia dibantu oleh WA Tangkudung dan BJ Oscar dalam menunaikan tugas ini. AJ Supit tetap memelihara kegiatan kemasyarakatannya sebagai Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) cabang Makassar (1955-1957). Atas keaktifan PMI dalam penanggulangan bencana-bencana yang terjadi di Sulawesi; bersama Paramita Rahayu Abdurrachman, Sekertaris Jendral Palang Merah Indonesia, AJ Supit menerima lencana penghargaan ICRC dari Komite International Palang Merah atau Comité international de la Croix-Rouge yang berkedudukan di Jenewa, Swiss. Kegiatan sosial ini masih dilanjutkan selama 12 tahun (1957-1969) sebagai Ketua Palang Merah Indonesia Daerah Sulawesi Utara di Manado. Menjelang akhir hayatnya AJ Supit masih giat dalam Korps Karyawan Pemerintah Dalam Negeri (Kokar Mindagri) Propinsi Sulawesi Utara, sebagai Ketua I Badan Pembina Harian (1969-1970[18] Putra Minahasa yang senantiasa berusaha untuk tidak menonjolkan dirinya menghembuskan napas terakhirnya di RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta di lingkungan keluarga dan sahabat-sahabat terdekatnya pada tanggal 26 September 1970 dan dimakamkan di TPU Menteng Pulo Jakarta. Referensi
|