Antipositivisme
Antipositivisme (juga dikenal sebagai interpretatif atau negativisme) adalah sudut pandang dalam sosiologi yang meyakini bahwa ilmu sosial membutuhkan metode ilmiah yang berbeda dengan metode yang umum digunakan dalam bidang ilmu alam. Para akademisi ilmu sosial bekerja tidak hanya menggunakan empirisme dan metode ilmiah. Antipositivis berpendapat bahwa para peneliti perlu pada awalnya menyadari bahwa konsep, pemikiran, dan bahasanya membentuk cara pikir mengenai dunia sosial. Perkembangan konsepDimulai dengan Giambattista Vico pada awal abad ke-18, lalu Montesquieu, ada pemisah antara sejarah alam dan sejarah manusia. Sejarah alam bukan di bawah kendali manusia, tetapi sejarah manusia pada faktanya adalah kreasi manusia. Dengan demikian, terjadi perbedaan epistemologis antara dunia alami dan ranah sosial yang melatarbelakangi antipositivisme. Dunia alami hanya dapat dimengerti dari karakteristik eksternalnya, tetapi ranah sosial dapat dimengerti bagi dari eksternal dan internal, sehingga dapat diketahui sepenuhnya.[1] Fokus internal terlihat sepenuhnya dikembangkan dalam metode-metode antipositivis. Awal abad ke-19, positivisme dan naturalisme mulai dipertanyakan oleh para peneliti, seperti Wilhelm Dilthey dan Heinrich Rickert, yang berpendapat bahwa dunia kemasyarakatan berbeda dengan dunia fisik alam karena masyarakat memiliki aspek yang unik, seperti makna, simbol, norma, dan nilai-nilai yang kesemuanya dapat dikelompokkan menjadi budaya. Cara pandang ini dikembangkan lebih lanjut oleh Max Weber, yang mengenalkan istilah antipositivisme (disebut juga sebagai sosiologi humanistik). Menurut cara pandang ini, penelitian sosial harus menggunakan metode dan alat bantu yang khusus, dan menitikberatkan pada nilai-nilai budaya dan kemanusiaan. Hal ini mengakibatkan kontroversi tentang cara membedakan antara penelitian subjektif dan objektif.
Lihat pulaReferensi
|