Ancaman militer

Meningkatnya agresivitas dari Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat berpotensi menjadi ancaman militer bagi negara-negara di sekitar kawasan Asia Tenggara.
Agresi Militer Belanda II merupakan ancaman militer bagi negara Indonesia di awal kemerdekaannya di tahun 1948.

Ancaman militer adalah ancaman yang menggunakan kekuatan bersenjata yang terorganisasi yang dinilai mempunyai kemampuan yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa.[1] Ancaman militer dapat berbentuk:

  1. Agresi oleh negara lain.
  2. Pelanggaran wilayah
  3. Spionase
  4. Sabotase
  5. Aksi teror bersenjata
  6. Perang saudara di Myanmar telah mengakibatkan gelombang pengungsi domestik sebagai salah satu dampak dari ancaman militer
    Pemberontakan bersenjata
  7. Perang saudara
  8. Konflik komunal

Bentuk ancaman militer

Bentuk-bentuk ancaman militer tertuang pada undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 pada penjelasan pasal 7 ayat 2 yaitu agresi, pelanggaran wilayah, pemberontakan bersenjata, sabotase, spionase, aksi teror bersenjata, ancaman keamanan laut dan udara serta konflik komunal.[2]

Agresi

Agresi berupa penggunaan kekuatan bersenjata oleh negara lain terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa atau dalam bentuk dan cara-cara:

  1. Invasi berupa serangan kekuatan bersenjata negara musuh, misalnya Invasi Teluk Babi.
  2. Bombardemen berupa penggunaan senjata/bom yang dilakukan oleh musuh melalui angkatan udara.
  3. Blokade terhadap pelabuhan, pantai, wilayah udara.
  4. Serangan unsur Angkatan Bersenjata yang berada dalam wilayah negara dimana tindakan atau keberadaannya bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
  5. Tindakan yang mengizinkan penggunaan wilayahnya sebagai daerah persiapan Agresi.
  6. Pengiriman kelompok bersenjata untuk melakukan tindakan kekerasan.

Pelanggaran wilayah

Pelanggaran wilayah merupakan suatu tindakan memasuki wilayah tanpa izin, baik oleh pesawat terbang tempur maupun kapal-kapal perang.

Spionase

Spionase merupakan kegiatan dari intelijen yang dilakukan untuk mendapatkan informasi atau rahasia militer atau negara.

Sabotase

Sabotase dilakukan untuk merusak instansi penting militer atau objek vital nasional dan dapat membahayakan keselamatan bangsa.

Aksi teror bersenjata

Aksi teror bersenjata dilakukan oleh jaringan terorisme internasional atau yang bekerjasama dengan terorisme dalam negeri atau luar negeri yang berskala tinggi sehingga membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa. Aksi terorisme pada prinsipnya adalah suatu tindak pidana kriminal tetapi memiliki sifat yang khusus, yaitu memiliki ciri-ciri, bergerak dalam kelompok, anggotanya memiliki militansi tinggi, beroperasi di bawah tanah (rahasia), menggunakan perangkat/senjata yang canggih dan mematikan serta umumnya terkait dalam jaringan internasional.[3]

Pemberontakan bersenjata

Pemberontakan merupakan proses, cara, perbuatan memberontak atau penentangan terhadap kekuasaan yang sah. Vladimir Lenin mengatakan bahwa kaum Marxist dituduh sebagai Blanquisme karena memperlakukan pemberontakan sebagai suatu seni.[4]

Perang Saudara

Perang Saudara terjadi antar kelompok masyarakat bersenjata dalam satu wilayah yang sama.

Konflik Komunal

Konflik komunal adalah konflik yang merujuk padaperselisihan antar agama, etnis, bahkan dalam identifikasi yang lebih sempit. Konflik komunal di Indonesia contohnya adalah konflik dan kekerasan komunal antara komunitas etnis Bali dan etnis Sasak di Kabupaten Lombok Utara pasca otonomi daerah serta konflik di perbatasan Indonesia dan Timor Leste.[5][6]

Strategi pertahanan militer

Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang nomor 3 Tahun 2002 membahas tentang pertahanan negara yang menempatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai komponen utama dalam menanggulangi ancaman militer yang membahayakan bangsa.[7]

TNI sebagai Komponen Utama (Komput) diperkuat oleh Komponen Cadangan (Komcad) dan Komponen Pendukung (Komduk) dalam menghadapi ancaman militer.[8] Komponen cadangan dalam hal ini meliputi warga negara sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional yang telah disiapkan untuk memperbesar dan memperkuat komponen utama. Sementara itu komponen pendukung terdiri atas warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan serta sarana dan prasarana nasional yang secara langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama dan komponen cadangan.

Referensi

  1. ^ Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
  2. ^ MH, Dr Baso Madiong, SH; M.H, Dr Zainuddin Mustapa, Drs, S. Psi, M. Si; M.Si, Andi Gunawan Ratu Chakti, S. E. (2018-06-08). Pendidikan Kewarganegaraan : Civic Education. Makassar: Celebes Media Perkasa. hlm. 264. ISBN 978-602-5853-02-9. 
  3. ^ "Aksi terorisme beroperasi di bawah tanah dan punya jaringan nternasional". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2003-11-01. Diakses tanggal 2009-09-17. 
  4. ^ Vladimir Lenin (1917): Marxisme dan pemberontakan[pranala nonaktif permanen]
  5. ^ dkk, I. Wayan Ardhi Wirawan (2016-02-25). Konflik dan Kekerasan Komunal: pada Komunitas Hindu di Nusa Tenggara Barat Pasca Otonomi Daerah. Yogyakarta: Deepublish. hlm. 104. ISBN 978-602-475-293-4. 
  6. ^ "Konflik Komunal di Perbatasan Indonesia-Timor Leste dan Upaya Penyelesaiannya". www.politik.lipi.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-01-31. Diakses tanggal 2021-01-27. 
  7. ^ MH, Dr Baso Madiong, SH; M.H, Dr Zainuddin Mustapa, Drs, S. Psi, M. Si; M.Si, Andi Gunawan Ratu Chakti, S. E. (2018-06-08). Pendidikan Kewarganegaraan : Civic Education. Makassar: Celebes Media Perkasa. hlm. 274. ISBN 978-602-5853-02-9. 
  8. ^ MM, Laksamana Muda TNI (Purn) Ir Darmawan (2018-09-12). Menyibak Gelombang Menuju Negara Maritim: Kajian Strategis Mewujudkan Poros Maritim Dunia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. hlm. 91. ISBN 978-602-433-637-0. 

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya