Ambo Eteng Amin
Mayor Jenderal TNI (Purn.) Ambo Eteng Amin (31 Desember 1942 – 19 Maret 2015) adalah seorang perwira tinggi militer, birokrat, dan politikus dari Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai Wakil Gubernur Sulawesi Selatan dari tahun 1990 hingga 1992 dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari tahun 1995 hingga 1997. Riwayat HidupMasa kecil dan pendidikanAmbo lahir pada tanggal 31 Desember 1942 di Siddenreng Rappang, sebuah kabupaten di Sulawesi Selatan.[1] Ia terlahir sebagai anak keempat dari lima bersaudara. Kedua orangtuanya bekerja sebagai seorang petani.[2] Ambo memulai pendidikan dasarnya di sebuah sekolah dasar di Belawa yang dikelola oleh Muhammadiyah.[2] Ia kemudian pindah ke Kota Parepare dan menempuh pendidikan menengah dan menengah atasnya di sana setelah lulus dari sekolah dasar pada tahun 1955. Ia menamatkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Parepare pada tahun 1961 dan merantau ke Bandung untuk menjalani pendidikan militer di Akademi Militer Nasional (AMN).[3] Karier militerAmbo lulus dari AMN dan dilantik sebagai letnan dua pada tahun 1964.[4] Setelah dilantik, Ambo menempuh Kursus Dasar Kecabangan Infanteri (Sussar Cab If) sebelum ditempatkan sebagai komandan peleton selama dua tahun di Sulawesi Selatan. Ambo kemudian terlibat dalam operasi-operasi penumpasan Gerakan 30 September dan Negara Islam Indonesia di provinsi tersebut.[3] Setelah dua tahun menjabat sebagai komandan peleton, Ambo dipindahkan ke Jakarta untuk menjabat sebagai ajudan Panglima Daerah Militer Jayakarta (Pangdam Jaya) pada saat itu, Amirmachmud. Setahun kemudian, ia dijadikan sebagai komandan kompi pengawal Pangdam Jaya. Setelah Amirmachmud dilantik oleh Presiden Soeharto sebagai Menteri Dalam Negeri, Ambo kembali menjadi ajudannya hingga tahun 1970.[3] Usai berkiprah di Jakarta, Ambo dimutasi ke Kota Palangka Raya untuk memegang jabatan sebagai perwira Seksi II di kesatuan Batalyon Infanteri 631. Ia kemudian dipromosikan menjadi wakil komandan dari batalyon tersebut pada tahun 1972. Beberapa bulan setelahnya, Ambo dipindahtugaskan secara sementara ke markas Komando Daerah Militer (Kodam) XI/Tambun Bungai dan ditunjuk sebagai pengganti sementara asisten intelijen di kodam tersebut. Setelah digantikan oleh pejabat tetap, Ambo ditugaskan sebagai kepala seksi intelijen di Komando Resor Militer 102. Selama bertugas di sini, Ambo sempat mengikuti kursus jabatan intelijen singkat.[3] Pada tahun 1975, Ambo ditunjuk sebagai Komandan Batalyon Infanteri 621, menggantikan Letkol Inf. Igna Sutarno.[5] Ia memimpin batalyon tersebut selama dua tahun dan kemudian dipindahkan ke markas Komando Daerah Militer X/Lambung Mangkurat sebagai Kepala Bagian Intelijen. Dua tahun kemudian, Ambo memperoleh promosi jabatan sebagai wakil asisten intelijen di kodam tersebut. Ambo juga secara bersamaan menempuh pendidikan militer lanjutan di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad).[3] Setelah menyelesaikan kursus di Seskoad, Ambo kembali ke Jakarta sebagai Kepala Biro Pengamanan. Jabatan ini diembannya dalam waktu singkat, karena beberapa bulan kemudian ia dipindahkan ke Aceh sebagai Asisten Intelijen Komando Daerah Militer I/ Iskandar Muda. Ia diminta oleh panglima kodam saat itu untuk menangani penumpasan Gerakan Pengacau Keamanan (GPK) yang menurut pihak militer kala itu banyak bermunculan di Aceh. Ambo menggunakan metode budaya dan keagamaan seperti ceramah untuk membuat anggota-anggota GPK menyerahkan diri.[3] Kodam Iskandar Muda kemudian disatukan dengan Komando Daerah Militer II/Bukit Barisan di Sumatera Utara oleh Panglima TNI Benny Moerdani pada tahun 1985 akibat kebijakan reorganisasi kodam yang dilakukannya. Di kodam tersebut, Ambo memperoleh jabatan sebagai Asisten Sosial Politik. Ia memperkenalkan konsep pengawasan diri selama berkiprah di kodam ini.[2] Dari Sumatera Utara, Ambo dimutasi ke Sulawesi Tenggara sebagai Komandan Resor Militer 143/Halu Oleo. Ia secara resmi menggantikan komandan lama, Soedjatmiko, pada tanggal 4 November 1986.[6] Selama bertugas di provinsi ini, Ambo dikenal sebagai komandan yang religius. Ia sering kali memberikan ceramah keagamaan di masjid.[2] Selain menjabat sebagai komandan, Ambo juga diperintahkan untuk menempuh pendidikan militer lebih lanjut, yakni di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan Lembaga Ketahanan Nasional.[3] Ambo kemudian dipindahkan ke Badan Intelijen Strategis setelah kurang lebih setahun menjabat sebagai danrem.[7] Di badan tersebut, Ambo menjabat sebagai perwira pembantu di direktorat D.[3] Wakil gubernur dan anggota Dewan Perwakilan RakyatSetelah berkiprah di militer selama hampir dua puluh, Ambo dicalonkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Selatan sebagai Wakil Gubernur Sulawesi Selatan. Pencalonannya tersebut disetujui dan ia dilantik sebagai wakil gubernur pada awal tahun 1990.[8] Ia menjabat selama kurang lebih dua tahun dan digantikan oleh Andi Muhammad Ghalib pada tanggal 24 Desember 1992.[9] Ambo ditunjuk sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari fraksi ABRI tiga tahun setelah penggantiannya dari kursi wakil gubernur. Ia dilantik pada tanggal 1 Juni 1995 dan menjabat hingga masa jabatannya habis pada tanggal 1 Oktober 1997. Selama duduk di Dewan Perwakilan Rakyat, Ambo duduk di Komisi II dari tahun 1995 dan 1996 dan Komisi IV dari tahun 1996 hingga 1997.[3] Di akhir masa jabatannya, pada tanggal 4 Agustus 1997, Ambo memperoleh kenaikan pangkat menjadi mayor jenderal.[10] WafatAmbo wafat pada pukul 11.45 WITA tanggal 19 Maret 2015 di Rumah Sakit Pendidikan Universitas Hasanuddin akibat masalah kesehatan.[11] Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Siri Na Pesse dalam suatu upacara pemakaman yang dipimpin oleh Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo.[12] Kehidupan pribadiAmbo menikah dengan Andi Tenri Addeng pada tahun 1970. Pasangan tersebut memiliki empat orang anak.[2] Referensi
|