Aloysius Nindityo AdipurnomoAloysius Nindityo Adipurnomo (lahir 24 Juni 1961[1]) adalah seorang pelukis kontemporer Indonesia yang berbasis di Yogyakarta, Indonesia. Bersama Mella Jaarsma, ia adalah pendiri Rumah Seni Cemeti.[2] Kehidupan pribadiNindityo Adipurnomo lahir di Semarang, 24 Juni 1961. Ia bertemu dengan Mella Jaarsma, seniman yang kemudian kelak menjadi istrinya, pada awal dekade 80-an, ketika Mella sedang berkunjung ke Indonesia untuk mengunjungi ayahnya, seorang insinyur penerbangan. Ia kemudian mendampingi Mella kembali ke Belanda semasa beasiswanya di Amsterdam di paruh kedua dekade 80-an. Mereka kembali ke Indonesia pada tahun 1987, menikah pada tahun 1988, dan tinggal di Yogyakarta sejak saat itu.[3] PendidikanNindityo Adipurnomo menjalani pendidikan seni di Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia (Akademi Seni Rupa Indonesia, kini Institut Seni Indonesia) di Yogyakarta, sejak 1981-1988.[4] Pada tahun 1986-87, ia juga mendapatkan pendidikan di State Academy of Fine Arts di Amsterdam, Belanda. Selain itu, ia juga mengikuti berbagai residensi dan lokakarya dari berbagai negara, antara lain Irlandia, Jepang, Singapura dan Hong Kong.[1] KaryaNindityo utamanya berfokus mengerjakan lukisan. Sebuah artikel The New York Times dari tahun 2003 mengidentifikasi kegemaran Nindityo melukis konde.[3] Salah satu pameran tunggalnya berjudul Criminal Cabinet diselenggarakan pada Oktober-Desember 2015 di Ark Galerie, Yogyakarta. Dalam pameran tunggal tersebut, Nindityo kembali mengelola karya-karya lamanya yang terpilih serta mempresentasikan serangkaian karya dua dimensi di atas bahan kertas dan tikar mendong berukuran besar, yang ia beri judul seri post-colonial still life. Gambar bentuk (still life) ini kemudian dipamerkan dengan cara yang tidak lazim, dengan harapan dapat menantang eksplorasi perspektif audiens.[5] Hingga tahun 2018, ia telah menyelenggarakan tiga kali pameran tunggal.[6] Pameran tunggal keduanya berjudul Unit Produksi Berita diselenggarakan pada Maret-April 2017 di dia.lo.gue, Kemang, Jakarta.[4] Pameran tunggalnya yang ketiga berjudul Penanda Kosong diselenggarakan di Semarang Gallery pada November-Desember 2018.[6] Kritik dan penerimaanPada tahun 2003, bentuk lukisan Nindityo yang kadang melampaui medium kanvas, dengan banyak tambahan instalasi — yang sesungguhnya dilakukan pula oleh banyak seniman yang terkait dengan Rumah Seni Cemeti — dianggap kurang disukai oleh kolektor dan pengumpul seni di Jakarta pada waktu itu, yang lebih menyukai lukisan besar di atas kanvas. Hal ini ditandai dengan adanya slogan A.B.C. ("Asal Bukan Cemeti"), menunjukkan ketidaksukaan para kolektor pada waktu itu terkait karya yang berasal dari Cemeti.[3] Karya-karya Nindityo sudah dimuat di berbagai museum seni besar dunia, termasuk Galeri Nasional Singapura, Galeri Seni Queensland,[5] Museum Seni Singapura,[7] serta Galeri Saatchi. Pada tahun 2011, rekor harga termahal karya Nindityo adalah $530 untuk lukisan Op Zoek Naar Een Nieuw Floor Patroon I, yang dijual melalui lelang di Borobudur Auction, Jakarta. Pranala luarReferensi
|