Akademi JakartaAkademi Jakarta dewan penasihat gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta dalam bidang seni-budaya. Akademi Jakarta, kali pertama, dikukuhkan pada tahun 1970, oleh Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin. Keanggotaan dewan ini berlaku seumur hidup, selama yang bersangkutan kesehatannya masih baik. Kriteria lainnya, berumur lebih dari 40 tahun, berasal dari seluruh Indonesia, merupakan seniman atau budayawan berprestasi di bidangnya, dan pemikir kebudayaan secara umum. Latar belakangAkademi Jakarta berkedudukan di Jakarta, didirikan pada tanggal 24 Agustus 1970. Para anggotanya dipilih oleh Dewan Kesenian Jakarta. Ketua mula-mula adalah Trisno Sumarjo, dan anggota seluruhnya berjumlah 10 orang. Dalam Pedoman Dasar PKJ-TIM, tanggal 10 November 1968 Pasal 5, selain berjumlah sepuluh orang, para anggota Akademi Jakarta dipilih untuk seumur hidup selama kesehatannya masih baik. Kriteria lain yang berlaku, berumur lebih dari 40 tahun, dan berasal dari seluruh Indonesia. Anggota Akademi Jakarta harus merupakan seniman atau budayawan yang sudah berprestasi pada bidangnya, yang bermutu dan juga merupakan pemikir kebudayaan secara umum. Dalam hubungannya dengan Pemerintah, Akademi Jakarta merupakan Dewan Penasehat bagi Gubernur DKI Jakarta bidang seni dan budaya. Berkaitan dengan tugasnya, Akademi Jakarta memberikan pertimbangan serta nasihat, diminta atau tidak, kepada Gubernur DKI Jakarta mengenai hal-hal yang berkenaan dengan pengarahan dan pemikiran dasar kebudayaan Indonesia dalam arti yang seluas-luasnya. KeanggotaanKetika dikukuhkan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin pada tahun 1970, para anggota Akademi Jakarta terdiri dari Sutan Takdir Alisjahbana (budayawan dan sastrawan), Mohammad Said Reksohadiprodjo (pendidik), Mochtar Lubis (wartawan dan penulis), Rusli (pelukis), Asrul Sani (penyair dan sutradara),Soedjatmoko (Sosiolog), D. Djajakusuma (Teater), Affandi (Perupa), Popo (Perupa). Sutan Takdir Alisjahbana wafat pada tanggal 17 Juli 1994. Pada tahun 1980, karena tugasnya di luar negeri, Soedjatmoko mengundurkan diri dari Akademi Jakarta dan digantikan oleh H. Boediardjo (mantan Menteri Penerangan). Mohammad Said yang meninggal pada tahun 1981, digantikan oleh Mukti Ali (mantan Menteri Agama). Mereka berdua dikukuhkan oleh Gubernur Tjokropranolo pada tanggal 22 April 1981. Umar Kayam (cendikiawan dan penulis) menggantikan Djadug Djajakusuma yang meninggal pada tahun 1987, dan dia dikukuhkan oleh Gubernur Wiyogo Atmodarminto pada tanggal l6 April 1988. Affandi yang meninggal pada tahun 1990, digantikan oleh Iravati M. Sudiarso (pianis), dan dikukuhkan oleh Gubernur Wiyogo Atmodarminto pada tanggal 22 Juni 1991. Penghargaan dari Akademi JakartaAkademi Jakarta diberi kewenangan untuk memberikan hadiah seni kepada seniman-seniman yang berprestasi. Hadiah seni yang pertama telah diberikan oleh Akademi Jakarta kepada seniman WS Rendra (1975), kemudian Zaini (1977). Hadiah Seni kemudian diubah menjadi Penghargaan Akademi Jakarta, diberikan kepada Gregorius Sidharta Soegijo (2003), Nano S (2004), dan Gusmiati Suid (2004), Retno Maruti (2005). Amir Pasaribu (2006), Raden Pandji Soejono (2006), Tenas Effendy (2006), Sutardji Calzoum Bachri (2007), Slamet Rahardjo Djarot (2008), Putu Wijaya (2009), Taufik Ismail (2009), Rahayu Supanggah (2011), Sapardi Djoko Damono (2012), I Gusti Kompiang Raka (2013) Lihat pulaReferensi |