Aidarus GaniAbuya Tgk. H. Aidarus Abdul Ghani al-Kampari (15 Agustus 1926 – 19 Agustus 1989) adalah pendiri Pondok Pesantren Darussalam Saran Kabun. Ia adalah putra sulung Syekh Abdul Gani Batu Bersurat dan tokoh Persatuan Tarbiyah Islamiyah di Riau. Kehidupan awalSyekh Aidarus dilahirkan di Koto Tengah, Batu Bersurat, XIII Koto Kampar, Kampar tanggal 15 Agustus 1926. Ayahnya, Syekh Abdul Gani berasal dari Koto Tengah, Batub Bersurat, sedang ibunya Siti Maryam berasal dari Batu Gajah, Tapung, Kampar. Selagi kecil, Syekh Aidarus bernama Idrus. Ini sesuai nama yang diberikan ayahnya. Namun kemudian nama Idrus diganti oleh gurunya Syekh Muhammad Waly al-Khalidy (Abuya Muda Waly) dengan Aidarus, hal tersebut disetujui oleh ayah Idrus kecil. Masa kecil Aidarus dididik dalam lingkungan keluarga yang agamis. Apalagi ayah Aidarus seorang Ulama dan Alim di bidang Tarekat Naqsyabandiyah dan ibunya seorang yang fasih membaca Al-Qur'an. Karena itu Syekh Abdul Ghany tertarik menikahi Siti Maryam. Siti Maryam berusia muda dibandingkan dengan Syekh Abdul Ghany yang sudah lanjut usia, namun beliau bersedia dikawini, karena menginginkan anaknya agar bisa menjadi ulama.[1] PendidikanAidarus adalah murid Abuya Syekh Muda Waly leting awal, generasinya Abu Adnan Mahmud Bakongan dan Abu Qamaruddin. Abuya Aidarus anak Syekh Abdul Ghani Kampari yang merupakan ulama yang dikenal ahli dalam bidang tasauf dan tarekat dan guru dari Abuya Syekh Muhammad Waly al-Khalidy dalam bidang Tarekat Naqsyabandiyah. Syekh Abdul Ghani belajar di berbagai surau dan memperdalam kajian keilmuannya di Mekkah, beliau beguru kepada Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. sedangkan Ijazah irsyad beliau peroleh dari Syekh Sulaiman Zuhdi Jabal Abu Qubais Mekkah. Abuya Aidarus lahir di Koto Tengah pada tahun 1926 dari ayah dan ibu yang taat dan saleh. Semenjak kecil beliau telah dipersiapkan oleh orang tuanya untuk menjadi seorang ulama dan panutan umat. Mengawali masa belajarnya Abuya Aidarus belajar langsung kepada orang tuanya yang juga seorang ulama terpandang di wilayahnya, beliau dibekali berbagai macam ilmu-ilmu dasar keislaman oleh ayahnya. Selain kepada Syekh Abdul Ghani Kampari, Abuya Aidarus juga belajar kepada abangnya yang juga ulama lulusan luar Timur Tengah dan kepada ulama Payakumbuh, Syekh Ibrahim Harun Tiakar. Setelah memiliki perbekalan ilmu yang memadai, pada tahun 1945 dalam usianya 19 tahun, Abuya Aidarus muda merantau ke Aceh untuk memperdalam kajian keilmuannya di Dayah Darussalam Labuhan Haji untuk belajar langsung kepada ulama besar Aceh Abuya Syech Muda Waly. Beliau termasuk murid Abuya Muda Waly generasi pertama yang datang dibawah tahun lima puluhan. Murid-murid Abuya Syekh Muda Waly bisa digolongkan dalam tiga generasi, melihat kepada rentang waktu kedatangan mereka di Dayah Darussalam Labuhan Haji. Abuya Aidarus termasuk murid Abuya Syekh Muda Waly yang datang dibawah tahun lima puluhan. Adapula yang datang sekitar tahun 1952, 1953, dan 1958. Dari tiga tingkatan tersebut, Abuya Aidarus seangkatan dengan beberapa ulama lainnya seperti Abu Adnan Mahmud Bakongan, Abu Jailani Musa Kota Fajar, Syech Marhaban Krueng Kalee, Abu Qamaruddin Teunom dan Abu Samsuddin Sangkalan, Abu Bahauddin Tawar, Abu Baihaqi Batu Korong, Abu Zamzami Syam Singkil dan para ulama kharismatik lainnya. Abuya Aidarus Abdul Ghani menetap di Dayah Darussalam lebih kurang 11 tahun, beliau berguru kepada Abuya Syekh Muda Waly. Dalam rentang waktu yang lama itu beliau memperoleh dua ijazah keilmuan dari Abuya Syekh Muda Waly, ijazah ilmu dan Ijazah kemursyidan. Syekh Aidarus juga termasuk santri kelas Bustanul Muhaqqiqin Darussalam Labuhan Haji 'kelas doktoral' yang mengkaji kitab-kitab besar dalam Mazhab Syafi'i seperti Kitab Tuhfah yang dibahas secara tahqiq dan tadqiq. Pada tahun 1953, Abuya Aidarus diangkat sebagai pengurus Dayah Darusalam Labuhan Haji melalui rapat majelis Safinatus Salamah Wannajah. Majelis tersebut menetapkan Abuya Syekh Muda Waly sebagai Pimpinan tertinggi Dayah, Teungku Muhammad Yusuf Alami sebagai Wakil Pimpinan, Abuya Aidarus Abdul Ghani sebagai Sekretaris serta beberapa personalia lainnya.[2] Aidarus kemudian juga menjabat sebagai Mudir Idarah Imtihan (Ketua Pengatur Nilai) Ma'had 'Aly Bustanul Muhaqqiqin Dayah Darussalam Labuhan Haji. Setelah menyelesaikan pendidikan dan pengabdiannya di Dayah Darussalam Labuhan Haji, pada tahun 1956 beliau pulang kampung dan mulai merintis pembangunan lembaga pendidikan Madrasah Tarbiyah Islamiyah sampai bernama Darussalam di Kampar Riau. Dalam berbagai pasang surut keadaan, Abuya Aidarus Kampari telah melewati semuanya dengan penuh kesabaran dan tawakkal kepada Allah SWT. Dalam menjalankan dakwahnya, beliau banyak dibantu dan didoakan oleh ayahnya yang dikenal sebagai ulama yang shaleh dan wara'. Selain itu, isteri beliau Ummi Hajjah Rusyda binti Syekh Ma'sum Panampuang juga berperan aktif membantu beliau dalam berdakwah. Pelan namun pasti dakwah yang disampaikan oleh Abuya Syekh Aidarus disambut dengan baik oleh masyarakat Kampar dan sekitarnya. Beliau dengan lembaga pendidikannya Pesantren Darussalam telah mampu memberi pengaruh positif kepada masyarakat untuk mempelajari ilmu dan menambah semangat ketaqwaan. Sehingga dari lembaga pendidikan yang beliau dirikan kemudian tumbuh lembaga-lembaga lainnya yang bertebaran di wilayah Riau. Syekh Aidarus telah mampu melanjutkan estafet keilmuan dan keulamaan ayahnya Syekh Abdul Ghani Kampari dan gurunya Syekh Muhammad Waly al-Khalidy. Syekh Aidarus pertama kali membuka sekolah agama di Batu Bersurat, Kampar pada 9 Juli 1956 dengan nama Sekolah Tarbiyah Islamiyah (STI) Darussalam mengadopsi nama almamaternya Dayah Darussalam Labuhan Haji. STI Darussalam kemudian berganti nama menjadi Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Darussalam pada 1958. Setelah beliau melaksanakan ibadah haji pada tahun 1970, pada tahun 1974, Syekh Aidarus berziarah ke Darussalam Labuhan Haji untuk berkunjung ke kuburan guru besarnya yang telah wafat di tahun 1961. Beliau berziarah ke Maqam Syekh Muda Waly al-Khalidy dan menyempatkan diri bersilaturahmi dengan beberapa ulama lainnya yang juga lulusan Darussalam Labuhan Haji yang telah mendirikan lembaga pendidikan masing-masing, seperti: Abu Abdullah Hanafi Tanoh Mirah, Abu Keumala, Abu Abubakar Sabil Meulaboh, Abon Samalanga, dan para ulama lainnya. Pada tahun 1984 beliau melaksanakan ibadah haji kali yang kedua. Bila kali yang pertama beliau belum bisa membawa Isterinya untuk haji bersama, maka pada kali yang kedua beliau bisa membawa isteri beliau Ummi Rusyda Maksum. Dan pada waktu yang sama anak beliau Buya Haji Alaiddin Al Athory sedang menyelesaikan pendidikan di Universitas Al Azhar Kairo Mesir. Abuya Alaiddin adalah anak pertama dari Abuya Syekh Aidarus Abdul Ghani dan seluruh anak Syekh Aidarus adalah orang-orang yang taat dan baik. Abuya Syekh Aidarus dikenal oleh masyarakat Kampar Riau sebagai ulama yang mengayomi, tulus dalam berbuat. Sehingga para peserta didiknya merasakan limpahan kasih sayang dari beliau dan ilmu yang diajarkan lebih lama melekat. Abuya Syekh Haji Aidarus Abdul Ghani secara tekun dan penuh kesabaran mendidik masyarakatnya hinggalah pada tahun 1989. Karena pada tahun 1989 beliau wafat dalam usia 63 tahun.[3] Rujukan
|