Agility Logistics
Agility Public Warehousing Company K.S.C.P. adalah sebuah perusahaan logistik global yang berkantor pusat di Kuwait. Perusahaan ini menyediakan jasa ekspedisi muatan, transportasi, pergudangan, dan manajemen rantai pasok untuk perusahaan lain, pemerintah, organisasi internasional, dan organisasi amal di seluruh dunia. Agility mempekerjakan lebih dari 22.000 orang dan memiliki 500 kantor yang tersebar di 100 negara. Agility melantai di Bursa Saham Kuwait (KSE: AGLTY) sejak tahun 1984 dan di Dubai Financial Market (DFM: AGLTY) sejak tahun 2006. Struktur perusahaanLogistik komersialBisnis utama Agility adalah logistik komersial. Unit bisnis komersialnya, Agility Global Integrated Logistics (GIL), berkantor pusat di Sulaibiya, Kuwait. Agility GIL mengatur pengapalan dan pengantaran barang jadi, suku cadang, bahan baku, dan kargo-kargo lain melalui jalur laut, udara, darat, ataupun kombinasi antara ketiga jalur tersebut. GIL juga menyediakan jasa pergudangan dan distribusi, serta jasa dan teknologi untuk melacak dan mengelola proses pengapalan dan stok. GIL juga menyediakan jasa logistik untuk industri kimia (Agility Chemicals), pagelaran (Agility Fairs & Events), serta untuk klien dengan proyek besar di bidang energi, pertambangan, dan industri kelautan (Agility Project Logistics). Bisnis terkait logistikBisnis lain Agility meliputi:
KepemimpinanTarek Sultan adalah CEO dari Agility. Ia pernah menjabat sebagai chairman Dewan Gubernur Forum Ekonomi Dunia untuk Industri Logistik dan Transportasi. Sultan menyandang gelar MBA dari Sekolah Wharton Universitas Pennsylvania dan merupakan anggota dari Dewan Penasehat Internasional Wharton. Sebelum bergabung ke Agility, ia merupakan direktur utama New York Associates, sebuah bank investasi regional, dan merupakan salah satu anggota dari Southport Partners, sebuah penyedia jasa penasehat keuangan asal Amerika Serikat yang fokus pada sektor teknologi. SejarahAgility memulai sejarahnya sebagai sebuah badan usaha milik negara Kuwait yang didirikan pada tahun 1979 dengan nama Public Warehousing Co. (PWC). Setelah resmi diprivatisasi pada tahun 1997, Tarek Sultan kemudian ditunjuk sebagai chairman dan direktur utama dari perusahaan ini. Setelah diprivatisasi, PWC berupaya berekspansi ke Timur Tengah, Asia, Afrika, dan Amerika Latin, di mana sejumlah kompetitornya telah eksis. Perusahaan ini kemudian mengakuisisi sejumlah perusahaan logistik dan aset, seperti gudang dan truk. Salah satu akuisisi yang paling siginifikan adalah terhadap Geologistics Corp., Transoceanic Shipping Co. Inc.,[1] WTS, dan Global Express Line asal Amerika Serikat. Perusahan ini juga mengakuisisi Trans-Link Group asal Singapura, Cronat Transport Holding AG asal Swiss, Globe Marine Services asal Arab Saudi, Cosa Freight asal Tiongkok, Starfreight asal Kenya, dan Tristar asal Uni Emirat Arab. Perusahaan ini juga berekspansi ke Amerika Latin dengan mengakuisisi Trafinsa SA de CV asal Meksiko dan Itatrans asal Brazil. Pada tahun 2004, PWC menjadi penyedia jasa logistik terbesar di Timur Tengah. Pada tahun 2006, perusahaan ini menyatukan semua layanannya dengan nama Agility, dan dengan slogan “A New Logistics Leader.” Skala operasi globalAmerika
Asia-Pasifik
Eropa
Timur Tengah dan Afrika
Informasi investorAgility melantai di Bursa Saham Kuwait (KSE: AGLTY) sejak tahun 1984 dan di Dubai Financial Market (DFM: AGLTY) sejak tahun 2006. Diperkirakan ada sekitar 14.000 pemegang saham perusahaan ini, mulai dari perusahaan swasta hingga pemerintahan, serta investor perorangan.[butuh rujukan] Negara berkembangTiap tahun, Agility menerbitkan Indeks Logistik Negara Berkembang.[2] Indeks tersebut menyediakan gambaran mengenai sentimen industri logistik melalui survei kepada pimpinan perusahaan yang menangani rantai pasok, dan kemudian menyusun peringkat yang berisi 50 negara berkembang, berdasarkan ukuran, kondisi bisnis, infrastruktur, dan faktor lain yang membuat negara tersebut menarik bagi penyedia jasa logistik, ekspedisi muatan, pengapalan, kargo udara, dan distributor. Pada tahun 2020, perusahaan ini telah menerbitkan hasil surveinya yang ke-11.[2] Lebih dari 780 orang pimpinan logistik dan rantai pasok di seluruh dunia menjadi responden dalam survei mengenai prediksi ekonomi global tahun 2019, prospek untuk negara berkembang, pendorong pertumbuhan utama, dan tren yang mempengaruhi negara berkembang. KeberlanjutanUpaya keberlanjutan Agility[3] difokuskan pada lingkungan, investasi komunitas, logistik kemanusiaan, dan upah layak. Agility aktif terlibat dalam Business for Social Responsibility’s Clean Cargo Working Group dan Sustainable Air Freight Alliance (SAFA), di mana perusahaan ini mewakili industri ekspedisi muatan pada komite pengarah dari grup-grup tersebut. Pada grup tersebut, Agility berkolaborasi dengan perusahaan pengapalan dan perusahaan ekspedisi muatan lain untuk mendorong lebih banyak upaya keberlanjutan dalam industri kargo, serta untuk meningkatkan kesadaran para pemangku kepentingan di industri kargo dalam mengukur dan mengelola emisi CO2 . Agility merupakan anggota Logistics Emergency Team (LET) dari Klaster Logistik Global PBB. LET menyatukan kapasitas dan sumber daya dari industri logistik yang memiliki keahlian dan pengalaman dengan komunitas kemanusiaan untuk dapat menyediakan upaya penanggulangan bencana yang lebih efektif dan efisien [4] Sebagai sebuah perusahaan global, Agility berinvestasi di proyek pendidikan, kesehatan masyarakat, dan lingkungan di seluruh dunia untuk dapat memberi dampak positif bagi masyarakat di tempat mereka berbisnis. Sejumlah proyeknya fokus untuk menciptakan kesempatan pekerjaan dan pendidikan bagi masyarakat lokal. Kemitraan Agility fokus pada pemuda dan pendidikan, yang meliputi hubungan jangka panjang dengan sekolah dan organisasi amal lokal untuk menyediakan program literasi digital dan pendidikan menengah atau pelatihan vokasi, yang mana semua kemitraan tersebut diharapkan dapat diisi separuhnya oleh wanita. KontroversiMulai tahun 2003 hingga 2010, Agility memasok makanan dan produk terkait ke kontraktor dan pasukan Amerika Serikat di Kuwait dan Irak, berdasarkan serangkaian kontrak Pemasok Utama yang diberikan oleh Badan Logistik Pertahanan Amerika Serikat. Pada bulan Mei 2017, Agility dan Departemen Kehakiman Amerika Serikat mencapai kesepakatan untuk mengakhiri kasus hukum yang pada intinya menuduh bahwa perusahaan ini telah mematok harga yang terlalu tinggi kepada Badan Logistik Pertahanan untuk kontrak penyediaan makanan. Perusahaan ini mengakui kesalahan penghitungan terhadap satu faktur senilai $551. Kesalahan tersebut tidak terkait dengan tuduhan dari Departemen Kehakiman sebelumnya. Perusahaan ini juga setuju untuk membayar $95 juta guna mengakhiri tuntutan serupa dari masyarakat.[5] Referensi
Pranala luar |